DewaKiuKiuLounge – Dalam beberapa hari terakhir, penataan jalur pedestrian di ibukota Jakarta menjadi faktor utama dalam perbincangan hangat. Rencana Gubernur Anies Baswedan menata trotoar menuai reaksi beragam.
Bahkan ada warga yang menilai penataan fasilitas bagi pejalan kaki itu malah menambah kemacetan lalu lintas.
Padahal pemerintah kota sudah mengupayakan perbaikan infrastruktur seperti menambah lebar trotoar dan menanam pepohonan agar lebih teduh.
Namun, tetap saja upaya peningkatan itu tidak sepenuhnya mendapat tanggapan positif.
Jika kita mau belajar dari laku pejalan kaki di Jepang, sepertinya urusan infrastruktur bukan merupakan faktor utama yang mendorong mereka rela berjalan kaki di trotoar :
1. Faktor tidak banyak alternatif transportasi umum
Kalau di sejumlah kota besar Indonesia memiliki ojek online sebagai alternatif transportasi warga, tidak demikian halnya dengan Jepang yang hanya mengandalkan bus dan kereta sebagai transportasi umum.
Adapun taksi di Negeri Sakura hanya berguna bagi karyawan berdompet tebal karena tarifnya yang mahal.
Dalam kondisi itu, banyak warga Jepang memilih berjalan kaki untuk menjalani aktivitas hariannya. Para pedestrian itu juga harus membagi lajur trotoar dengan mereka yang memilih mengendarai sepeda untuk mencapai lokasi tujuan.
2. Tingkat keamanan yang tinggi; tidak ada begal dan copet
Penggunaan trotoar di Jepang tidak kenal waktu dan kondisi. Warga Negeri Sakura berjalan kaki di jalur pedestrian pada pagi, siang, dan malam hari serta dalam kondisi lampu jalan yang terang maupun temaram. Itu terjadi karena Jepang merupakan salah satu negara paling aman di dunia.
Agustus lalu, Tokyo dan Osaka meraih predikat kota teraman pertama dan ketiga di dunia.
Kedua kota itu dinilai minim tindak kriminalitasnya. Kehidupan warga di sana sebagian besar bebas dari aneka jenis kejahatan, baik berat maupun ringan. Oleh karenanya, pejalan kaki tidak terlalu khawatir terhadap aksi begal atau copet.
3. Faktor tingkat polusi udara yang rendah
Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat polusi udara yang rendah. Capaian itu adalah buah penerapan paket regulasi diet polusi udara yang diterbitkan pada 1970. Saat itu sebanyak 14 undang-undang antipolusi udara disahkan sekaligus.
Berkat langkah itu, warga Jepang kini dapat menikmati udara segar di area terbuka, termasuk di jalur pedestrian. Apalagi secara kasat mata, memang tidak terlihat asap kendaraan bermotor yang mengepul di sekitar trotoar. BandarQ
4. Tidak banyak gangguan di trotoar
Penggunaan trotoar di Negeri Matahari Terbit ini memang benar-benar diperuntukkan bagi pejalan kaki dan pesepeda. Tidak ada unsur lain yang merebut jalur pedestrian dari dua kelompok itu.
Memang dalam perhelatan acara tertentu, misalnya, saat musim festival kembang api di musim panas, sejumlah stan penjaja makanan tampak berbaris di tepi trotoar.
Namun kehadirannya tidak mungkin berada di jalur trotoar yang sempit dan tidak sampai memakan separuh jalan.
5. Faktor lalu lintas kendaraan bermotor yang tertib
Trotoar yang sesak oleh pejalan kaki di jalanan kota-kota di Jepang tidak dapat dipisahkan dari laku tertib pengguna kendaraan bermotor. Para pengendara itu benar-benar mematuhi rambu dan lampu lalu lintas.
Hampir tidak ada pejalan kaki yang merasa terancam kendaraan bermotor saat menyeberang jalan. Apalagi jumlah kendaraan bermotor yang lalu lalang tidak pernah menimbulkan kemacetan yang mengganggu pejalan kaki.
6. Kesadaran akan berjalan kaki yang dapat menjaga kesehatan
Warga Jepang meyakini, dengan sering berjalan kaki, maka kesehatan mereka akan senantiasa terjaga. Keyakinan ini dimiliki oleh hampir semua penduduk dari berbagai kalangan usia.
Anak mudanya berjalan kaki dengan harapan dapat membakar kalori untuk menurunkan berat badan. Sementara para orang tua berharap akan pelambatan penuaan dari aktivitas fisik ringan yang dijalani seperti berjalan kaki.
Ternyata perbaikan infrastruktur bukan satu-satunya alasan bagi kita untuk rela berjalan kaki di trotoar. Betul begitu, kan? Agen Poker